Sabtu, 13 April 2013

GANGGUAN SENSORI PENDENGARAN

Dengan dasar – dasar Komunikasi terapeutik secara umum.
1.      Pada Klien dengan Gangguan Sensoris Pendengaran
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Teknik Komunikasi
Berikut adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan gangguan pendengaran:
  1. Orientasiakan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien
  2. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda
  3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim
  4.  Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu (permen karet)
  5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan wajar
  6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan
  7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).

2.      Klien dengan Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal., kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi  antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.
Teknik Komunikasi
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan:
  1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya
  2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama  (dan peran) anda
  3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien
  4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan sentuhan pada klien
  5. Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus komunikasi
  6. Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya
  7. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru

3.      Klien Gangguan Wicara
Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
Teknik Komunikasi
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
  1. Perhatikan mimik dan gerak bibir klien
  2. Memperjelas kata-kata yang diucapkan kien dengan  mengulang kembali
  3. Batasi topik pembicaraan
  4. Suasana rilek dan pelan
  5. Bila perlu gunakan bahasa tulisan/simbol
 
4. Sistem social
5. Pengaruh komunikasi
1. Ditinjau dari komunikan1. Kecakapan2. Sikap3. Pengetahan4. Sistem sosial5. Saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikanFaktor yang menghambat komunikasi : (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002)1. Tahap perkembangan2. Jenis kelamin3. Peran dan hubungan4. Karakteristik sosiokultural5. Nilai persepsi6. Ruang dan teritorial7. Lingkungan8. Kesesuaian9. Sikap interpersonal4. Komunikasi Terpeutik dalam Proses Perawatan* Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi denganorang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan ataukelompok.3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuhatau ekspresi wajah.4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesanpada penerima/ sasaran.5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikantersebut dituju.
 
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)- Memperkenalkan diri kepada pasien.- Memulai interaksi dangan pasien.- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaankebutuhannya.- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhikebutuhan sendiri.- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.Sumber Pustaka :1. Suryani, Komunikasi Terpeutik : teori dan praktik, Jakarta, 2005.2. Keliat, Budi Anna, Hubungan terapeutik perawat-klien, Jakarta, 1992.3. Purwanto, Heri, Komunikasi untuk perawat, Jakarta, 1994.4. Potter & Perry, Fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik, vol 1,E/4, Jakarta, 1999.5. Christina, dkk, Komunikasi kebidanan, Jakarta, 2002.6. Mubaraq, Wahid Iqbal, dkk, Promosi kesehatan : sebuah pengantar proses belajarmengajar dalam pendidikan, Yogyakarta, 2007.7. Karyoso, Komunikasi bagi siswa keperawatan, Jakarta, 1994.8. Blais, Kethleen Koening, dkk, Praktik keperawatan profesional : komsep &perspektif, Ed. 4, Jakarta, 2002.
 
4. Sistem sosial5. Pengaruh komunikasi1. Ditinjau dari komunikan1. Kecakapan2. Sikap3. Pengetahan4. Sistem sosial5. Saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikanFaktor yang menghambat komunikasi : (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002)1. Tahap perkembangan2. Jenis kelamin3. Peran dan hubungan4. Karakteristik sosiokultural5. Nilai persepsi6. Ruang dan teritorial7. Lingkungan8. Kesesuaian9. Sikap interpersonal4. Komunikasi Terpeutik dalam Proses Perawatan* Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi denganorang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan ataukelompok.3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuhatau ekspresi wajah.4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesanpada penerima/ sasaran.5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikantersebut dituju.
 
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yangdisampaikan.* Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batasintervensi.- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkanbisa realistik.- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yangsesuai.- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yangdibutuhkan.2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.- Sesi perencanaan tim kesehatan.- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.- Membuat rujukan.3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.- Meningkatkan harga diri pasien.- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
 
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)- Memperkenalkan diri kepada pasien.- Memulai interaksi dangan pasien.- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaankebutuhannya.- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhikebutuhan sendiri.- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.Sumber Pustaka :1. Suryani, Komunikasi Terpeutik : teori dan praktik, Jakarta, 2005.2. Keliat, Budi Anna, Hubungan terapeutik perawat-klien, Jakarta, 1992.3. Purwanto, Heri, Komunikasi untuk perawat, Jakarta, 1994.4. Potter & Perry, Fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik, vol 1,E/4, Jakarta, 1999.5. Christina, dkk, Komunikasi kebidanan, Jakarta, 2002.6. Mubaraq, Wahid Iqbal, dkk, Promosi kesehatan : sebuah pengantar proses belajarmengajar dalam pendidikan, Yogyakarta, 2007.7. Karyoso, Komunikasi bagi siswa keperawatan, Jakarta, 1994.8. Blais, Kethleen Koening, dkk, Praktik keperawatan profesional : komsep &perspektif, Ed. 4, Jakarta, 2002.


 
4. Sistem sosial5. Pengaruh komunikasi1. Ditinjau dari komunikan1. Kecakapan2. Sikap3. Pengetahan4. Sistem sosial5. Saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikanFaktor yang menghambat komunikasi : (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002)1. Tahap perkembangan2. Jenis kelamin3. Peran dan hubungan4. Karakteristik sosiokultural5. Nilai persepsi6. Ruang dan teritorial7. Lingkungan8. Kesesuaian9. Sikap interpersonal4. Komunikasi Terpeutik dalam Proses Perawatan* Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi denganorang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan ataukelompok.3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuhatau ekspresi wajah.4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesanpada penerima/ sasaran.5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikantersebut dituju.
 
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yangdisampaikan.* Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batasintervensi.- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkanbisa realistik.- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yangsesuai.- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yangdibutuhkan.2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.- Sesi perencanaan tim kesehatan.- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.- Membuat rujukan.3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.- Meningkatkan harga diri pasien.- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
 
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)- Memperkenalkan diri kepada pasien.- Memulai interaksi dangan pasien.- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaankebutuhannya.- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhikebutuhan sendiri.- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.Sumber Pustaka :1. Suryani, Komunikasi Terpeutik : teori dan praktik, Jakarta, 2005.2. Keliat, Budi Anna, Hubungan terapeutik perawat-klien, Jakarta, 1992.3. Purwanto, Heri, Komunikasi untuk perawat, Jakarta, 1994.4. Potter & Perry, Fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik, vol 1,E/4, Jakarta, 1999.5. Christina, dkk, Komunikasi kebidanan, Jakarta, 2002.6. Mubaraq, Wahid Iqbal, dkk, Promosi kesehatan : sebuah pengantar proses belajarmengajar dalam pendidikan, Yogyakarta, 2007.7. Karyoso, Komunikasi bagi siswa keperawatan, Jakarta, 1994.8. Blais, Kethleen Koening, dkk, Praktik keperawatan profesional : komsep &perspektif, Ed. 4, Jakarta, 2002.

Kamis, 11 April 2013

METEODOLOGI KEPERAWATAN PLANNING, IMPLEMENTASI, EVALUASI DAN DOKUMENTASI

PUTRYDIANA20@GMAIL.COM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Adanya tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus di respon oleh perawat. Pelayanan keperawatan secara professional perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan dunia keperawatan. Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan keperawatan adalah melakukan manajemen  keperawatan dengan  harapan  adanya faktor kelola yang optimal dan mampu meningkatkan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.
Keperawatan didasarkan pada suatu teori yang sangat luas. Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik Keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untuk memecahkan masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan interpersonel yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan  masyarakat. Proses keperawatan  terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu  pengkajian, diagnosis,  perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Iyer et al., 1996). Tahap-tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan.

B.     Tujuan
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk menyusun kerangka konsep berdasarkan  keadaan individu (klien), keluarga, dan masyarakat agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Yura dan Walsh (1983) menyatakan  proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan, yang meliputi mempertahankan keadaan  kesehatan klien yang optimal, apabila keadaanya berubah  menjadi suatu  kuantitas dan kualitas asuhan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses keperawatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal berdasarkan  keadaanya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi selama hidupnya (Iyer et al., 1996).
Proses keperawatan mempunyai tujuan yang jelas melalui suatu tahapan dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada klien.
C.    Manfaat
·         Bagi Penulis
Mengembangkan kemampuan penulis dalam hal menyusun suatu laporan dan menambah wawasan penulis tentang perencanan, implementasi dan evaluasi.
·         Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam hal perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam keperawatan.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERENCANAAN/ PLANNING
Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau mengeliminasi masalah  kesehatan klien.
a.       Pengertian Planning/Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. (Potter & Perry, 2005).
Menurut Kozier et al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
                  Tahap perencanaan memberi kesempatan  kepada perawat, klien,keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan  rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien.
            Perencanaan merupakan  petunjuk tertulis yang  menggambarkan secara  tepat  rencana tindakan  keperawatan  yang dilakukan terhadap  klien sesuai dengan  kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.

b.      Langkah-langkah intervensi keperawatan :

1.      Menetapkan Prioritas
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan spesifik, perawat menggunakan ketermpilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentingannya. Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah atau perubahan multiple. (Carpenito, 1995).
Penetapan prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997). Penetapan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain  high priority, intermediate priority, dan  low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana pengobatan medis.

2.      Menetapkan Tujuan
Setelah mengkaji, mendiagnosis, dan menetapkan prioritas tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien, perawat merumuskan tujuan dan hasil yang diperkirakan dengan klien untuk setiap diagnosa keperawatan (Gordon,1994).
Tujuan ditetapkan dalam bentuk tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang dimaksudkan untuk mengatasi masalah secara umum atau sasaran yang diperkirakan untuk dicapai sepanjang periode waktu yang lebih lama, biasanya lebih dari satu minggu atau berbulan-bulan (Carpenito, 1995 ).  Sedangkan tujuan jangka pendek dimaksudkan untuk mengatasi etiologi guna mencapai tujuan jangka panjang atau sasaran yang diharapkan tercapai dalam periode waktu yang singkat, biasanya kurang dari satu minggu (Carpenito, 1995).

Tujuan keperawatan harus SMART artinya:
             S ] Specific = Rumusan tujuan harus jelas
 M ] Measurable = Dapat diukur
            A ] Achievable = Dapat dicapai
             R ] Realistic = Dapat tercapai dan  nyata
             T ] Timing = Harus ada target waktu
Penetapan tujuan menegakkan kerangka kerja untuk rencana asuhan keperawatan. Melalui tujuan, perawat mampu untuk memberikan asuhan yang bersinambungan dan meninngkatkan penggunaan waktu serta sumber yang optimal.

3.      Kriteria Hasil atau Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan adalah sasaran spesifik, langkah demi langkah yang mengarah pada pencapaian tujuan dan penghilangan etiologi untuk diagnose keperawatan. Suatu hasil adalah perubahan dalam status klien yang dapat diukur dalam berespons terhadap asuhan keperawatan (Gordon, 1994; Carpenito, 1995). Hasil adalah respons yang diinginkan dari kondisi klien dalam dimensi fisiologis, sosial, emosional, perkembangan atau spiritual.
Untuk menentukan hasil yang diharapkan, ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan, yaitu :
a.       Faktor yang berpusat pada klien
Karena asuhan keperawatan diarahkan dari diagnose keperawatan, maka tujuan dan hasil yang diperkirakan difokuskan pada klien. Pernyataan ini mencerminkan perilaku dan respons klien yang diperkirakan sebagai hasil dari intervensi keperawatan.
b.      Faktor Tunggal
Setiap penetapan tujuan atau hasil yang diperkirakan harus menunjukkan  hanya satu  respons perilaku. Kemungkinan  ini memberikan  metoda yang lebih tepat untuk mengevaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan.
c.       Faktor yang dapat diamati
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan harus dapat diamati. Melalui pengamatan perawat mencatat bahwa telah terjadi perubahan. Perubahan yang dapat diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan klien, dan perilaku. Hasilnya dapat dicapai dengan menanyakan secara langsung klien tentang kondisi atau dapat diamati dengan menggunakan keterampilan pengkajian. Faktor yang dapat diamati ini kita dapati dari data subjektif.
d.      Faktor yang dapat diukur
Tujuan dan hasil yang diharapkan ditulis untuk memberi perawat standar yang dapat digunakan untuk mengukur respons klien terhadap asuhan keperawatan. Faktor yang dapat diukur ini kita dapat dari data obektif.
e.       Faktor batasan waktu
Batasan waktu  untuk setiap tujuan dan  hasil yang diharapkan menunjukkan kapan respons yang diharapkan harus terjadi. Batasan waktu  membantu perawat dan  klien dalam  menentukan bahwa kemajuan sedang dilakukan dengan kecepatan yang jelas.
f.       Faktor Mutual
Penetapan tujuan dan hasil yang diharapkan secara mutual memastikan bahwa klien dan perawat setuju mengenai arah dan batasan waktu dari perawatan. Penetapan tujuan secara mutual dapat meningkatkan motivasi dan kerja sama klien.
g.      Faktor realistik
Tujuan dan  hasil yang diharapkan yang singkat dan realistic dapat dengan cepat memberikan klien dan perawat suatu rasa pencapaian. Sebaliknya, rasa pencapaian ini dapat meningkatkan motivasi dan kerja sama klien. Ketika menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan yang realistik, perawat, melalui pengkajian, harus mengetahui sumber-sumber fasilitas perawatan kesehatan, keluarga, dan klien.

4.      Intervensi Keperawatan
Intervensi, strategi, atau tindakan keperawatan dipilih setelah tujuan dan hasil yang diharapkan ditetapkan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan  saat ini ke tingkat kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994).
Tipe intervensi terbagi 3, yaitu :
a.       Intervensi perawat
Intervensi perawat adalah  respons perawat terhadap kebutuhan perawatan kesehatan dan diagnose keperawatan klien. Sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan hygiene ini adalah tindakan  keperawatan  mandiri. Intervensi perawat  tidak membutuhkan instruksi dari dokter atau profesi lainnya.
b.      Intervensi dokter
Intervensi dokter didasarkan pada respons dokter terhadap diagnose medis, dan perawat menyelesaikan instruksi tertulis  dokter (Bulechek & McCloskey, 1994). Sebagai perawat untuk menyelesaikan insruksi tersebut dan untuk mengkhususkan pendekatan tindakan. Setiap intervensi dokter membutuhkan tanggung jawab keperawatan spesifik dan pengetahuan keperawatan tehnik spesifik.


c.       Intervensi kolaborasi
Intervensi kolaborasi adalah terapi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dari berbagai professional perawatan kesehatan. Intervensi perawat, dokter dan kolaborasi membutuhkan  penilaian keperawatan yang kritis dan pembuatan keputusan. Ketika menghadapi intervensi dokter, atau intervensi kolaboratif, perawat tidak secara otomatis mengimplementasikan  terapi, tetapi harus menentukan apakah intervensi yang diminta sesuai untuk klien.
Pemilihan intervensi
Ketika memilih intervensi, perawat menggunakan keterampilan membuat keputusam klinis yang menunjukkan tentang enam faktor untuk memilih intervensi keperawatan pada klien spesifik, yaitu :
a.       Karakteristik diagnosa keperawatan
1)      Intervensi harus diarahkan pada pengubahan etiologi atau tanda dan gejala yang berkaitan dengan label diagnostik.
2)      Intervensi diarahkan pada pengubahan atau menghilangakan faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan diagnosa keperawatan faktor risiko.

b.      Hasil yang diharapkan
1)      Hasil dinyatakan dalam istilah yang dapat diukur dan digunakan untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.

c.       Dasar riset
1)      Tinjauan riset keperawatn klinis yang berhubungan dengan label diagnostik dan masalah klien.
2)      Tinjauan artikel yang menguraikan penggunaan temuan riset dalam situasi dan lingkungan klinis yang serupa.

d.      Kemungkinan untuk dikerjakan
1)      Interaksi dan intervensi keperawatan dengan tindakan yang sedang diberikan oleh profesional kesehatan lain.
2)      Biaya. Apakah intervensi mempunyai nilai yang efektif baik secara klinis maupun biaya?
3)      Waktu. Apakah waktu dan sumber tenaga tertangani dengan baik ?

e.       Penerimann klien
1)      Rencana tindakan harus selalu dengan tujuan klien dan nilai perawatan kesehatan klien.
2)      Tujuan keperawatan yang diputuskan secara mutual.
3)      Klien harus mampu  melakukan perawatan diri atau mempunyai orang yang dapat membantu dalam perawatan kesehatan tersebut.

f.       Kompetensi dari perawat
1)      Berpengetahuan banyak tentang rasional ilmiah intervensi.
2)      Memiliki keterampilan fisiologis dam psikomotor yang diperlukan untuk menyelesaikan intervensi.
3)      Kemampuan untuk berfungsi dalam lingkungan dan secara efektif dan efisien menggunakan sumber perawatan kesehatan.

Contoh bentuk intervensi :
No
Tanggal
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
1.
21 Nov
2011
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan
dengan inflamasi pada lutut : tidak mampu
berdiri seimbang
dengan kaki kiri.
Untuk dapat
Menyeimbangkan fisik : berdiri
seimbang dengan
kaki kiri
1.              1. Dapat
2.                           menggunakan alat bantu selama satu minggu.
3.                            
2.   Berdiri tanpa ada
bantuan asisten
selama sebulan.
1.   Mengajarkan klien
bagaimana cara
menggunakan alat
bantu.


2.   Membimbing klien
agar terlepas dari ketergantungan
terhadap alat
bantu.

B.     IMPLEMENTASI

a.     Pengertian Implementasi

     Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang  baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:
1)Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
3) Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4) Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
6) Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
   
b.    Tipe Implementasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
1.Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2.Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
3.Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:

1.Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan lain-lain.
2.Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian perawat.
3.Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
c.      Tahap Yang Perlu Diperhatikan Dalam Implementasi
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
       1. Pada tahap persiapan.
     a.Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional sendiri.
            b.Memahami rencana keperawatan secara baik.
            c.Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
            d.Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
            e.Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
            f.Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
            g.Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
            h.Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
            i.Penampilan perawat harus menyakinkan.


       2. Pada tahap pelaksanaan.
     a.Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan  keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
     b.Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
     c.Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
     d.Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
       3. Pada tahap terminasi.
            a.Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
                        b.Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
                        c.Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
                        d.Lakukan pendokumentasian.

d.    Pendekatan Tindakan
     Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:
1)Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
3) Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4) Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
6) Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.

e.      Prinsip Implementasi
     Beberapa pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995) adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan respons klien.
2)Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3) Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4)Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
5) Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan.
6) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).
7) Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
8) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
9) Bersifat holistik.
10) Kerjasama dengan profesi lain.
11) Melakukan dokumentasi

f.      Metode Implementasi
1.   Membantu Dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari
        Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari(AKS)adalah aktivitas yang biasanya dilakukan sepanjang hari/ normal,aktivitas tersebut mencakup:ambulasi,makan,berpakaian,mandi,menyikat gigi,dan berhias.Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan AKS dapat bersifat akut, kronis, temporer, permanen, Sebagai contoh, klien pascaoperatif yang tidak mampu untuk secara mandiri menyelesaikansemua AKS,Sementara terus beralih melewati periode pascaoperatif,klien secara bertahap kurang bergantung pada perawat untuk menyelesaikan AKS.
2.Konseling
Konseling merupakan metoda implementasi yang membantu klien menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengelani dan menangani stres dan yang memudahkan hubungan interpersonal diantara klien,keluarganya,dan tim perawatan kesehatan.klien dengan diagnosa psikiatris membutuhkan terapi oleh perawat yang mempunyai keahlian dalam keperawatan psikiatris oleh pekerja sosial,psikiater dan psikolog
3.Penyuluhan
Digunakan menyajikan prinsip,prosedur dan teknik yang tepat tentang perawatan kesehatan untuk klien dan untuk menginformasikan klien tentang ststus kesehatannya.
4.Memberikan asuhan keperawatan langsung
Untuk mencapai tujuan terapeutik klien,perawat melakukan intervensi untuk mengurangi reaksi yang merugikan dengan menggunakan tindakan pencegahan dan preventive dalam memberikan asuhan.
KOMPENSASI UNTUK REAKSI YANG MERUGIKAN
Suatu reaksi yang merugikan adalah efek membahayakan atau efek yang tidak diinginkan dari medikasi. Pemeriksaan diagnostic, atau intervensi terapeutik. Reaksi yang merugikan membutuhkan intervensi keperawatan independen, dependen, atau interdependen. Tindakan keperawatan yang mengopensasi reaksi yang merugikan mengurangi atau menghadapi reaksi. Untuk melakukannya perawat harus mempunyai pengetahuan tentang potensial efek yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, ketika memberikan medikasi. Perawat memahami efek samping yang telah dikenal dan yang potensial dari obat. Setelah memberikan medikasi perawat mengkaji klien terhadap segala efek yang merugikan. Perawat harus mengetahui obat-obat yang dapat melawan efek samping. Sebagai contoh, klien mungkin mempunyai reaksi hipersensitivitas yang tidak diketahui terhadap penisilin dan mungkin mengalami bintul dan gatal setelah mendapatkan tiga dosis penisilin. Perawat mencatat reaksi yang terjadi dan menghentikan pemberian obat selanjutnya.
Ketika merawat klien yang akan menjalani atau harus menjalani pemeriksaan diagnostik tertentu. Perawat harus memahami pemeriksaan dan segala potensial efek yang merugikan. Sebagai contoh, klien tidak defekasi dalam 24 jam setelah mendapat enema barium. Perawat juga harus mempelajari tentang efek samping potensial, mengenali adanya reaksi yang merugikan dan menanganinya sesuai keadaan.
TINDAKAN PREVENTIF
Tindakan keperawatan preventif diarahkan pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit untuk menghindari perlunya perawatan rehabiliatif akut atau kronis. Prevensi mencakup pengkajian dan promosi potensi kesehatan klien. Penerapan tindakan yang diharuskan deperti imunisasi, penyuluhan kesehatan, dan diagnosa dini. Tindakan keperawatan preventif digunakan untuk memenuhi tujuan terapeutik klien. Melalui tindakan preventif perawat mampu untuk membantu klien mendapatkan tingkat kesejahteraan yang tertinggi.
TEKNIK TEPAT DALAM MEMBERIKAN PERAWATAN DAN MENYIAPKAN KLIEN    UNTUK PROSEDUR
Pemberian asuhan keperawatan mengharuskan perawat untuk berpengalaman dalam banyak teknik yang merupakan metode yang harus diikuti dalam melakukan prosedur spesifik seperti memberikan medikasi, mengganti balutan klien atau memasang kateter folley. Perawat klien, terutama di rumah dan di rumah sakit, melibatkan banyak teknik. Setiap prosedur yang perawat lakukan untuk klien dilakukan dengan metode spesifik. Untuk menjalankan prosedur, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang prosedur itu sendiri. Frekuensi, langkah-langkah dan hasil yang diharapkan. Di rumah sakit perawat menyelesaikan banyak prosedur setiap hari. Beberapa dari prosedur ini mungkin saja baru, sehingga sebelum melakukan prosedur baru perawat mengkaji kompetensi personal dan menentukan perlunya bantuan, pengetahuan baru atau keterampilan.
TINDAKAN MENYELAMATKAN JIWA
Tindakan ini diterapkan ketika keadaan fisiologis dan psikologis klien terancam. Tujuan dari tindakan penyelamatan jiwa adalah untuk memulihkan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Tindakan seperti ini termasuk memberikan medikasi darurat, melakukan resusitasi kardiopulmonal, meresterain klien yang mengalami konfusi atau klien dengan tindak kekerasan dan mendapatkan konseling segera dari pusat krisis untuk klien yang sangat gelisah. Melakukan tindakan ini adalah komponen penting dari praktik keperawatan. Seperti halnya pada prosedur lain. Perawat harus mempunyai pengetahuan tentang prosedur penyelamatan jiwa itu sendari. Langkahnya dan hasil yang diharapkan. Jika perawat yang tidak berpengalaman menghadapi situasi yang membutuhkan tindakan darurat. Tindakan keperawatan yang sesuai mungkin untuk memanggil tenaga professional yang berpengalaman.

MENCAPAI TUJUAN PERAWATAN
Tujuan perawat klien dapat dicapai dengan memberikan suatu lingkungan yang kondusif untuk memenuhi tujuan tersebut. Menyesuaikan perawat berdasarkan kebutuhan klien yang diekspresikan atau yang ditunjukkan;menstimulasi dan memotivasi klien. Perawat juga mampu menciptakan lingkungan perawatan kesehatan yang kondusif untuk mencapai tujuan klien. Idealnya, perawat menciptakan suatu lingkungan yang memberikan klien privasi yang adekuat untuk untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memungkinkan mereka merasa nyaman dan beabas untuk berinteraksi dengan tim perawatan kesehatan. Suatu langkah dini dalam menetapkan suatu lingkungan yang sesuai adalah untuk mengorientasikan klien dan keluarganya pada lembaga perawatan kesehatan. Dan mereka harus melakukan pembersihan dalam lingkungan di rumah, rumah sakit, puskesmas, dan tempat kesehatan lainnya yang terjaga agar kondusif terasa aman dan bebas dari lingkungan tidak bersih.
MENGAWASI dan MENGAVALUASI KERJA dari ANGGOTA STAF LAIN
Perawat yang mengembangkan rencana perawatan sering kali tidak melakukan semua intervensi keperawatan. Beberapa intervensi mungkin didelegasikan kepada anggota tim keperawatan kesehatan lainnya. Sebagai contoh, intervensi non-invasi seperti perawatan kulit, latihan rentang gerak, ambulasi, berhias dan tindakan hygiene dapat ditugaskan kepada asisten keperawatan. Dalam kasus perawat praktik berlisensi, pemberian medikasi dan pengkajian tanda-tanda vital dapat didelegasikan. Perawat yang memberikan tugas bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap tugas ditugaskan secara sesuai dan diselesaikan sesuai dengan standar perawatan.

g.     Dokumentasi Implementasi

       Contoh Format Dokumentasi Implementasi Keperawatan :
NO.DIAGNOSIS MASALAH KOLABORATIF
TGL/JAM
TINDAKAN
PARAF





 Pedoman Pengisian Format Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Nomor diagnosis keperawatan/masalah kolaboratif.
Tulislah nomor diagnosis keperawatan/masalah kolaboratif sesuai dengan masalah yang sudah teridentifikasi dalam format diagnosis keperawatan.
2. Tanggal/jam
Tulislah tanggal, bulan, dan jam pelaksanaan tindakan keperawatan.
3.Tindakan
        Tulislah nomor urut tindakan
        Tindakan dituliskan berdasarkan urutan pelaksanaan tindakan
        Tulislah tindakan yang dilakuakn beserta hasil atau respon yang jelas
        Jangan lupa menuliskan nama/jenis obat, dosis,cara memberikat, dan instruksi medis yang lain dengan jelas
        Jangan menuliskan istilah sering, kecil, besar, atau istilah lain yang dapat menimbulkan persepsi yang berbeda atau masih menimbulkan pertanyaan. Contoh :memberi makan lebih sering dari biasanya. Lebih baik tuliskan pada jam berapa saja memberikan makan dan dalam berapa porsi makanan diberikan
        Untuk tindakan pendidikan kesehatan tulislah “melakukan penkes tentang                                      laporan penkes terlampir
        Bila penkes dilakukan secara singkat tulislah tindakan dan respon pasien setelah penkes dengan jelas
4.Paraf
Tuliskan paraf dan nama terang
Contoh masalah
            Tn Antony, seorang laki-laki berusia 75 tahun, masuk di unit bedah dari ruang pemulihan setelah pemasangan pen pada pinggul. Riwayatnya menunjukkan bahwa Tn. Antony hidup sendrian di sebuah apartemen. Istrinya meninggal 10 tahun yang lalu. Tn. Antony mempunyai banyak teman dan terlibat dalam Lembaga Swadaya Masyarakat. Dia suka jalan dan naik sepeda. Kali ini dia masuk rumah sakit Karena jatuh dari sepeda. Program medis pasca operasi untuk Tn.Antony adalah sebagai berikut.
         Kateter foley untuk drainase berat jenis.
         2% NaCldengan KCL20 mEq untuk di infuskan selama 8 jam.
         Morfin sulfat 6-8, IM setiap 3-4 jam, bila nyeri.
         Trapese di atas kepala tempat tidur.
NO. DIAGNOSIS MASALAH KOLABORATIF
TGL/JAM
TINDAKAN
PARAF

24-03-2011/07.30





08.00



08.15



08.20



09.00


09.30






10.00
10.30











11.00
Mengukur tingkat kesadaran:
GCS 1-1-1,reaksi pupil terhadap cahaya(+) isokor.

Suhu 38C,nadi 94 X/menit,tekanan darah 180/120mmHg

Merapikan tempat tidur,meja dan pakaian klien

Memantau cairan infuse:Nacl 0,9% 20 tetes /menit

Mengukur suhu 38,9C dan nadi 100X/menit
Melakukan kolaborasi dengan dokter saat visit :rencana untuk CT scan,terapi yang laen tetap

Melakukan injeksi
Memberikan penjelasan pada keluarga tentang  kondisi klien terakhir,dan kebutuhan pemeriksaan CT scan.keluarga menyetujui dan menandatangani informed concent

Mengantar klien ke ruang CT scan.



C.    EVALUASI

a.     Pengertian evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Dalam melakukan tindakan keperawatan, perlu dilakukan evaluasi keperawatan. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan. Apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor :
  Tujuan tidak realistis
  Tindakan keperawatan yang tidak tepat
  Terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.

Dimensi dalam penilaian :
Y  Keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan
Y  Ketepatgunaan yang dikaitkan dengan biaya apakah dalam bentuk uang, waktu, tanaga dan bahan/peralatan yang diperlukan
Y  Kecocokan, dikaitkan dengan kesanggupan tindakan yang dilakukan untuk memecahkan masalah dengan baik sesuai dengan pertimbangan profesional
Y  Kecukupan, menyinggung kelengkapan dari tindakan apakah semua tindakan dilaksanakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
b.     Tahap evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
2. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
c.     Metode evaluasi
Metode yang dipakai dalam evaluasi antara lain:
ÿ  Observasi langsung adalah mengamati secara langsung perubahan yang terjadi dalam keluarga.
ÿ  Wawancara keluarga, yang berkaitan dengan perubahan sikap, apakah telah menjalankan anjuran yang diberikan perawat.
ÿ   Memeriksa laporan, dapat dilihat dari rencana Asuhan Keperawatan yang dibuat dan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana.
ÿ  Latihan stimulasi, berguna dalam menentukan perkembangan kesanggupan melaksanakan Asuhan Keperawatan.
d.     Mengukur pencapaian tujuan keluarga
Factor yang dievaluasi ada beberapa komponen, antara lain:
a)    Kognitif (pengetahuan)
Lingkup evaluasi pada kognitif adalah:
¬  Pengetahuan keluarga mengenai penyakitnya
¬   Mengontrol gejala-gejala
¬  Pengobatan
¬   Diet, aktivitas, persediaan alat-alat.
¬   Risiko komplikasi
¬  Gejala yang harus dilaporkan
¬   Pencegahan
Informasi ini dapat diperoleh dengan cara:
a.      Interview, dengan cara:

٭    Untuk  Menanyakan kepada keluarga untuk mengingat beberapa fakta yang sudah diajarkan
٭    Untuk Menanyakan kepada keluarga untuk menyatakan informasi yang spesifik dengan kata-kata keluarga sendiri (pendapat keluarga sendiri )
٭    Untuk Mengajak keluarga pada situasi hipotesa dan tanyakan tindakan yang tepat terhadap apa yang ditanyakan.
b.      Kertas dan pensil
Perawat menggunakan kertas dan pensil untuk mengevaluasi pengetahuan keluarga terhadap hal-hal yang telah diajarkan.
c.  Afektif (status emosional), dengan cara observasi secara langsung, yaitu dengan cara observasi ekspresi wajah, postur tubuh, nada suara, isi pesan secara verbal pada waktu melakukan wawancara.
d.  Psikomotor, yaitu dengan cara melihat apa yang dilakukan keluarga sesuai dengan apa yang diharapkan.
e.     Penentuan keputusan pada tahap evaluasi
Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini:
*      Keluarga telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga rencana mungkin dihentikan
*       Keluarga masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga perlu penambahan waktu, resources, dan intervensi sebelum tujuan berhasil
*      Keluarga tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan, sehingga perlu:
1)      ü Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat
2)      ü Membuat outcome yang baru, mungkin outcome pertama tidak realistis atau mungkin keluarga tidak menghendaki terhadap tujuan yang disusun oleh perawat.
3)      ü Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk mencapai tujuan sebelumnya.

f.      TUJUAN
Tujuan umum :
  1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal
  2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Tujuan khusus :
  1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
  2. Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
  3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan
  4. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
  5. Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
g.     MANFAAT :
ÿ   Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
ÿ   Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan
ÿ   Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
ÿ   Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses keperawatan
ÿ   Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan keperawatan

h.     Alasan Pentingnya Penilaian
Y  Menghentikan tindakan/kegiatan yang tidak berguna
Y  Untuk menambah ketepatgunaan tindakan keperawatan
Y  Sebagai bukti hasil dari tindakan perawatan
Y  Untuk pengembangan dan penyempurnaan praktik keperawatan.

i.       LANGKAH-LANGKAH EVALUASI :
!   Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi
!   Mengumpulkan data baru tentang klien
!   Menafsirkan data baru
!   Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku
!   Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
!   Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan

j.      HASIL EVALUASI :
1)        Tujuan tercapai : jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
2)        Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapan
3)        Tujuan tidak tercapai : jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.

k.    BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERTANYAKAN DALAM EVALUASI :
1.         Kecukupan informasi
2.         Relevansi faktor-faktor yang berkaitan
3.         Prioritas masalah yang disusun
4.         Kesesuaian rencana dengan masalah
5.         Pertimbangan fator-faktor yang unik
6.         Perhatian terhadap rencana medis untuk terapi
7.         Logika hasil yang diharapkan
8.         Penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan
9.         Keberhasilan rencana yang telah disusun
10.     Kualitas penyusunan rencana
11.     Timbulnya masalah baru.
Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervesi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Keefektifan ditentukan dengan melihat respon keluarga dan hasil, bukan intervensi-intervensi yang diimplementasikan.
Meskipun evaluasi dengan pendekatan terpusat pada klien paling relevan, seringkali membuat frustasi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam membuat criteria objektif untuk hasil yang dikehendaki. Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-perencanaan dikembangkan, perawat bersama keluarga perlu melihat tindakantindakan perawatan tertenu apakah tindakan tersebut benar-benar membantu.
Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang perlu direnungkan ketika melakukan evaluasi:
a.       Apakah ada consensus antara keluarga dan anggota tim perawatan kesehatan lain dalam hal evaluasi?
b.      Data tambahan apa yang perlu dikumpulkan untuk mengevaluasi perkembangan?
c.       Apakah terdapat hasil tersembunyi yang perlu di kembangkan?
d.      Jika perilaku dan persepsi keluarga menyatakan bahwa masalah di maksud diselesaikan secara tidak memuaskan, maka apa alasannya?
e.       Apakah diagnosa keperawatan, tujuan dan pendekatan-pendekatan bersifat akurat?
Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi.
Bentuk format evaluasi
No. Dx
Tgl/Jam
Tindakan
TT Perawat
Tgl/jam
Catatan Perkembangan
TT perawat





S.
O.
A.
P.


l.        KRITERIA
1.      Kriteria Proses (evaluasi proses) : menilai jalannya pelaksanaan proses keperawatan sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
2.      Kriteria keberhasilan (evaluasi hasil/sumatif) : menilai hasil asuhan eperawatan yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku klien. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.

D.    Dokumentasi

a.      Defenisi Dokumentasi
Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan laporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat.

b.      Konsep untuk model dokumentasi
Dalam memahami berbagai konsep untuk model dokumentasi keperawatan terdapat tiga komponen model dokumentasi yang saling brhubungan, saling ketergantungan dan dinamis; yaitu komunikasi, proses keperawatan dan standar dokumentasi. Ketiga komponen tersebut memiliki keterampilan tertentu yang dapat dipelajari dan digunkan oleh perawat. Ketiga komponen tersebut dikenal dengan model Fisbach (uniflying model). Tiap-tiap komponen memiliki keterampilan tertentu yang dapat dipelajari dan digunakan oleh perawat.
Keterampilan komunikasi secara tertulis adalah keterampilan perawat dalam mencatat dengan jelas, mudah dimengerti, dan berisi informasi akurat yang secara tepat dapat diinterpretasikan oleh orang lain.
Keterampilan dokumentasi proses keperawatan adalah keterampilan perawat dalam melakukan pencatatan proses keperawatan seperti keterampilan mendokumentasikan ketika mengkaji pasien, keterampilan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan untuk perawatan, keterampilan mendokumentasikan implementasi keperawatan, keterampilan mendokumentasikan rencana keperawatan, keterampilan mendokumentasikan evaluasi respons pasien terhadap perawatan, dan keterampilan mengomunikasikan hasil kajian pasien kepada perawat atau anggota tim kesehatan lain.
Keterampilan standar dokumentasi merupakan keterampilan untuk dapat memenuhi dan melaksanakan standar dokumentasi yang telah ditetapkan dengan tetap. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan dalam memenuhi standar dokumentasi pengkajian, diagnosa, rencana, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
c.       Standar Dokumentasi
Standar dokumentasi merupakan standar yang dapat digunakan untuk memberikan pengarahan dan panduan dalam melakukan dokumentasi proses keperawatan.
Dalam standar dokumentasi terdapat beberapa karateristik, diantaranya :
1)      Karateristik standar dokumentasi dilihat dari berbagai sudut pandang perawat
2)      Karateristik standar dokumentasi dilihat dari sudut pandang klien


d.      Kegunaan Dokumentasi
1.      Sebagai alat komunikasi
Dokumentasi dalam memberikan asuhan keperawatan yang terkoordinasi dengan baik akan menghindari atau mencegah informasi yang berulang. Kesalahan juga akan berkurang sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Di samping itu, komunikasi juga dapat digunakan secara efektif dan efesien.
2.      Sebagai mekanisme pertanggunggugatan
Standar dokumentasi memuat aturan atau ketentuan tentang pelaksanaan pendokumentasian. Oleh karena itu, kualitas kebenaran standar pendokumentasian akan mudah dipertanggungjawaban dan apat digunakan atas gugatan karena sudah memiliki standar hukum
3.      Metode pengumpulan data
Dokumentasi dapat digunakan untuk melihat data-data pasien tentang kemajuan atau perkembangan dari asien secara objektif dan mendeteksi kecenderungan yang mungkin terjadi. Dapat digunakan juga sebagai bahan penelitian, karena data-data otentik dan dibuktikan kebenarannya. Selain itu, dokumentasi dapat digunakan sebagai data statistik.
4.      Sarana pelayanan keperawatan secara individual
Tujuan ini merupakan integrasi dari berbagai aspek klien tentang kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan yang meliputi kebutuhan bio, psiko, sosial dan spiritual sehingga individu dapat merasakan manfaat dari pelayanan keperawatan 
5.      Sarana evaluasi
Hasil akhir dari asuhan keperawatan yang telah didokumentasikan adalah evaluasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan tindakan tindakan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan

6.      Sarana meningkatkan kerja sama antar tim kesehatan
Melalui dokumentasi, tenaga dokter, ahli gizi, fisioterapi, dan tenaga kesehatan, akan saling kerja sama dalam memberikan tindakan yang berhubungan dengan klien. Karena hanya lewat bukti-bukti otentik dari tindakan yang telah dilaksanakan, kegiatan tersebut akan berjalan secara profesional.
7.      Sarana pendidikan lanjutan.
Bukti yang telah adanya sistem pendidikan yang lebih baik dan terarah sesuai dengan program yang diinginkan klien. Khusus bagi tenaga kesehatan, bukti tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pendidikan lanjutan tentang layanan keperawatan.
8.      Digunakan sebagai audi pelayanan keperawatan
Dokumentasi berguna untuk memantau kualitas layanan keperawatan yang telah diberikan sehubungan dengan kompetensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

e.       Dokumentasi Pengkajian
Dokumentasi pengkajian adalah catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien.
a)      Jenis Dokumentasi Pengkajian
1.      Pengkajian Awal (Initial assesment)
Dilakukan ketika pasien masuk ke rumah sakit. Bentuk dokumentasi biasanya merujuk pada data dasar perawatan. Selama pengkajian umum, perawat mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami klien, dengan mengumpulkan data pengkajian baik umum maupun khusus dapat memudahkan keperawatan.
2.      Pengkajian Kontinu (Ongoing assesment)
Merupakan pengembangan data dasar. Informasi yang diperoleh dari pasien selama pengkajian awal dan informasi tambahan (berupa tes diagnostik dan sumber lain) diperlukan untuk menegakkan data.
3.      Pengkajian Ulang (Reassesment)
Merupakan pengkajian yang didapat dari informasi selama evalusi. Pengkajian ulang berarti perawat mengevaluasi kemajuan data dari masalah pasien atau pengembangan dari data dasar sebagai informasi tambahan dari pasien.


b)     Bentuk Format Dokumentasi Pengkajian
1.      Tanya jawab
Merupakan salah satu bentuk format dokumentasi yang dapat dicapai melalui berbagai cara. Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung pada klien.
2.      Daftar Periksa
Bentuk daftar periksa dapat berupa daftar yang telah disediakan atau dibuat sedemikian rupa, dengan tujuan mengumpulkan data yang digunakan untuk kerangka organisasi. Format daftar periksa dapat mengefisienkan waktu dalam menulis pengkajian data, dimana pertanyaan yang diajukan hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”.
3.      Format Kuesioner
Format ini paling banyak digunkan di lingkungan rawat jalan untuk mendapatkan informasi tentang riwayat kesehatan.

f.       Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (NANDA, 1990)
a)      Kategori Diagnosa keperawatan
1.      Diagnosa keperawatan aktual
Menurut Nanda adalah menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karatteistik mayor yang diidentifikasi. Diagnosa keperawtan aktual memliki empat komponen diantaranya : Label, defenisi, batasan karateristik dan faktor yang berhubungan.
2.      Diagnosa keperawatan risiko atau resiko tinggi
Menurut NANDA adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama.
3.      Diagnosa keperawatan kemungkinan
Menurut NANDA,adlah pernyataan tntang masalah kesehatan yang diduga masih memerlukan data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko.
4.      Diagnosa Keperawatan sejahtera
Menurut NANDA, adlah ketentuan klinis mengenai individu, kelompok atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.

g.      Dokumentasi Rencana Keperawatan
Dokumentasi Rencana Keperawatan merupakan catatan tentang penyusunan “Rencana tindakan keprawatan” yang akan dilakukan.
a)      Tipe dokumentasi Rencana keperawatan
1.      Traditionally designed care plans
Menggunkan tiga pendekatan yaitu diagnosa, keperawtan, kriteria hasil dan intervensi keperawatan atau instruksi perawatan
2.      Standarlized care plans
Menggunakan standar praktik keperawatan  dalam mendokumentasikan yaitu :
1)      Rencana keperawatan dicetak berdasarkan diagnostik medik atau prosedur khusus seperti prosedur kateterisasi jantung, pembedahan dan lain-lain. Tipe ini mengantisipasi respons terhadap prosedur yang dilakukan
2)      Rencana perawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan. Hal ini digunakan berdasarkan pengkajian pasien yang mendukung diagnosa perawatan.
3)      Rencan keperawatan dibuat dengan menggunkan komputer. Perawatan dapat menyeleksi masalah klien dari menu yang terdapat dalam komputer.

b)     Intruksi Perawatan
Adalah suatu bentuk tindakan yang menunujukkan perawatan dan pengobatan khusus.
Tipe Intruksi Perawatan
1.      Tipe diagnostik
Tipe ini menilai kemungkinan klien ke arah pencapain kriteria hasil dengan observasi secara langsung.
2.      Tipe Terapeutik
Menggambrkan tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki, dan mencegah kemungkinan masalah.
3.      Tipe penyuluhan
Digunakan untuk meningkatkan perawatan diri pasien dengan membantu klien memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan masalah.
4.      Tipe rujukan
Tipe instruksi perawatan ini menggambarkan peran perawtan senagai koordinator dan manajer perawatan klien dalam anggota tim kesehatan.

h.      Dokumentasi Intervensi Keperawatan
Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan perawat.
a)      Tipe Intervensi keperawatan
Menurut Bleich dan Fischbach:
1.      Intervensi perawatan terapeutik
Intervensi ini memberikan pengobatan secara langsung pada masalah yang dialami pasien, mencegah komplikasi, dan mempertahankan status kesehatan.
2.      Intervensi Surveilens
Intervensi ini menyatakan tentang survei data dengan melihat kembali data umum dan membuktikan kebenaran data. Dengan kata lain, Sifatnya tidak langsung karena menyediakan data lebih dulu.

i.        Dokumentasi Evaluasi
Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai.
a)      Tipe dokumentasi Evaluasi
Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu
1)      Evaluasi Formatif
Yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respons  segera.
2)      Evalusi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu.

k.      Format dan perangkat dokumentasi
Sistem dokumentasi keperawatan merupakan cara mengumpulkan data ke dalam format, catatan dan prosedur tetap yang dapat memberikan gambaran secara lengkap (sebuah masukan data).
a)      Teknik Dokumentasi Keperawatan :
1.      Source Oriented Record
Merupakan teknik dokumetasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan. Dalam melakukan tindakan, mereka tidak bergantung pada tim lainnya.
2.      Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien seperti yang digunakan pada rawat jalan.
3.      Problem oriented record
Merupakan teknik yang efektif untuk mendokumentasikan sistem pelayanan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. 4 Komponen :
1)      Data Dasar
Merupakan kumpulan informasi tentan klien sejak diterima diunit pelayanan kesehatan.
2)      Daftar masalah
Merupakan hasil penafsiran dari data dasar atau hasil analisis dari perubahan data
3)      Rencana awal
Merupakan rencana yang dapat dikembangkan secara spesifik untuk setiap masalah yang meliputi tiga komponen yaitu diagnosik, manajemen kasus dan pendidikan kesehatan
4)      Catatan perkembangan
Merupakan catatan tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap masalah yang ditemui klien.

b)     Format Dokumentasi
1.      Format naratif
2.      Format SOAP
3.      Format FOKUS
4.      Format DAE
5.      Catatan perkembangan ringkas





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
                       
      Dari bab pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1.      Proses Keperawatan adalah  metode pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan  masalah dari  respon pasien.
2.      Proses Keperawatan digunakan untuk  membantu perawat melakukan praktik keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan.
3.      Manfaat Proses Keperawatan untuk perawat adalah dapat merencanakan asuhan keperawatan dan  membantu  mengembangkannya melalui hubungan  professional, untuk memberikan  kepuasan bagi pasien dan perawat,dan  untuk memberikan kerangka kerja bagi perawat dalam  melaksanakan asuhan keperawatan.
4.      Proses keperawatan terdiri dari tiga proses yaitu Pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan atau planning, Implementasi dan Evaluasi/Dokumentasi.


SARAN
Semoga hasil makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan, data awal untuk melakukan proses keperawat. Serta dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemauan perawat untuk melakukan tanggung jawabnya di rumah sakit nantinya.